KMP dalam Pandangan Prabowo Subianto

,

Posted by –

Posted On –

Konsepsi Koperasi Multi Pihak sebagai
Stakeholder Economy dalam Buku Paradoks Indonesia*

Oleh: Firdaus Putra, HC.

Buku Paradoks Indonesia karya Prabowo Subianto menjadi salah satu buku yang dibaca banyak orang. Versi digitalnya yang terbit tahun 2022 dapat diunduh bebas pada website resmi Presiden Prabowo Subianto di www.prabowosubianto.com. Dalam buku ini, Prabowo membahas kontradiksi yang dialami Indonesia: negara yang kaya akan sumber daya alam dan manusia, tapi masih banyak rakyat yang hidup dalam kemiskinan dan ketimpangan. Dia menguraikan pandangan strategisnya tentang berbagai tantangan besar didukung dengan data/ infografis yang kaya. Ia uraikan berbagai solusi bagi Indonesia untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045.

Koperasi menjadi salah satu bagian yang Prabowo sorot khusus. Adalah wajar, sebab secara genealogis ia lahir dari keluarga koperasi. Sumitro Djoyohadikusumo, ayahnya, adalah Ketua Umum Induk Koperasi Pegawai Republik Indonesia (IKP-RI) tahun 1982-2001. Lalu kakeknya, RM. Margono Djoyohadikusumo, memiliki kepedulian besar dan bekerja di jawatan koperasi. Margono menulis buku “Sepuluh Tahun Koperasi, 1930-1940”, terbit tahun 1941 dan menjadi salah satu buku historiografi koperasi Indonesia sampai sekarang.

Pada bagian koperasi, laman 170-182, Prabowo menegaskan bahwa koperasi merupakan alat pemerataan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat kecil, seperti petani dan pedagang, agar dapat bersaing dengan pelaku ekonomi yang lebih besar. Ia menyoroti pentingnya koperasi sebagai pilar ekonomi kerakyatan sesuai Pasal 33 UUD 1945, yang menekankan asas kekeluargaan dan gotong royong. Prabowo juga menyoroti adanya koperasi model baru di Indonesia, yakni Koperasi Multi Pihak (KMP). Ia melihat KMP sebagai pendekatan dengan paradigma ekonomi pemangku kepentingan (stakeholder economy) yang potensial menggeser pendekatan shareholder capitalism.

Shareholder Capitalism

Kapitalisme berbasis pemegang saham adalah pendekatan ekonomi yang menempatkan kepentingan pemilik saham (investor atau kapitalis) sebagai prioritas utama dalam menjalankan suatu entitas bisnis. Pandangan tersebut telah berabad-abad bercokol dalam tata ekonomi/ bisnis masyarakat, bahwa pemilik saham (shareholder) adalah penerima manfaat utama. Hal itu sangat mempengaruhi dalam ilmu ekonomi, bisnis, keuangan yang menempatkan kepentingan pemegang saham menjadi yang pertama dan utama. Meski kemudian baru sekitar tahun 2000an, muncul pandangan baru yang disebut sebagai stakeholder capitalism dan puncaknya tahun 2021, World Economic Forum (WEF)melempar diskursusnya.

Mengingat baru disuarakan secara tegas dalam beberapa tahun terakhir, paradigma baru itu butuh waktu untuk diadopsi dan dapat diimplementasikan secara aplikatif di dunia bisnis secara luas. Sedangkan sekarang yang masih berkembang dan diadopsi secara luas adalah paradigma shareholder capitalism. Paradigma ini fokus utamanya pada bagaimana perusahaan memaksimalkan keuntungan bagi pemegang saham. Hal itu tercermin dari misalnya kenaikan harga saham atau dividen yang dibagikan.

Dalam struktur kendali, keputusan bisnis perusahaan tersebut cenderung berorientasi pada hasil jangka pendek yang menguntungkan pemilik modal, meskipun hal ini kadang dapat saja mengorbankan kepentingan pihak lain. Hal itu yang membuat isu keberlanjutan senantiasa menjadi masalah dalam perusahaan berbasis shareholder capitalism. Pada sisi lain, karena orientasinya melulu bagi pemegang saham, paradigma ini memberi dampak besar pada ketimpangan ekonomi, karena keuntungan terkonsentrasi di tangan pemilik modal (shareholders), sementara pekerja, konsumen, atau masyarakat luas (yang bukan pemilik saham) tidak selalu mendapatkan manfaat proporsional.

Stakeholder Economy

Bertolak belakang dengan paradigma shareholder capitalism, ekonomi pemangku kepentingan merupakan paradigma yang lebih inklusif, di mana semua pihak yang terlibat dalam suatu ekosistem ekonomi, bukan hanya pemilik modal, dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan. Asumsinya, mereka seperti para pemasok, mitra, konsumen, komunitas dan lain sebagainya, senantiasa terdampak dalam aktivitas ekonomi/ bisnis perusahaan.

Paradigma ini tujuan utamanya adalah menciptakan nilai bersama (shared value) bagi semua pemangku kepentingan, termasuk pekerja, konsumen, komunitas lokal, pemerintah, dan bahkan lingkungan, bukan hanya pemilik modal. Sehingga keputusan bisnis mereka cenderung mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap semua pihak, seperti kesejahteraan pekerja, kepuasan konsumen, dan keberlanjutan lingkungan, bukan hanya keuntungan finansial pemilik saham.

Implikasinya adalah sistem ini dapat mengurangi ketimpangan dengan memastikan bahwa manfaat ekonomi didistribusikan lebih merata kepada semua pemangku kepentingan. Misalnya, pekerja mendapatkan upah layak, konsumen mendapatkan harga yang wajar, dan komunitas lokal mendapatkan manfaat dari aktivitas bisnis. Tidak ketinggalan, tentu saja para investor memproleh imbal hasil yang adil dan wajar dari setiap rupiah yang diinvestasikan. Dengan cara demikian secara inheren sistem ini memungkinkan perusahaan beroperasi secara berkelanjutan.

AspekShareholder CapitalismStakeholder Economy
DefinisiPendekatan ekonomi yang mengutamakan keuntungan pemegang saham sebagai prioritas utama.Pendekatan ekonomi yang melibatkan semua pemangku kepentingan untuk menciptakan nilai bersama.
Fokus UtamaMemaksimalkan keuntungan finansial bagi pemegang saham (dividen, nilai saham).Menciptakan manfaat bagi semua pihak: pekerja, konsumen, komunitas, lingkungan, dll.
Struktur KepemilikanKepemilikan terkonsentrasi pada pemegang saham; mereka yang memiliki saham menguasai.Kepemilikan lebih terdistribusi, melibatkan berbagai pemangku kepentingan (termasuk dalam KMP).
Pengambilan KeputusanKeputusan diambil untuk memaksimalkan keuntungan pemegang saham, sering berorientasi jangka pendek.Keputusan mempertimbangkan dampak jangka panjang pada semua pemangku kepentingan.
Distribusi KeuntunganKeuntungan sebagian besar dialokasikan untuk dividen atau reinvestasi demi nilai saham.Keuntungan didistribusikan secara lebih adil sesuai kontribusi masing-masing pemangku kepentingan.
Dampak SosialSering kali memperlebar ketimpangan; pekerja dan komunitas lokal sering diabaikan.Mengurangi ketimpangan dengan melibatkan semua pihak; fokus pada keadilan sosial.
Dampak LingkunganCenderung mengabaikan keberlanjutan lingkungan jika tidak menguntungkan secara finansial.Lebih peduli pada keberlanjutan lingkungan sebagai bagian dari tanggung jawab bersama.
KeunggulanEfisien dalam menghasilkan profit untuk investor; cepat dalam pengambilan keputusan.Lebih inklusif, berkelanjutan, dan mendukung pemerataan ekonomi serta stabilitas sosial.
KelemahanMeningkatkan ketimpangan, kurang peduli pada dampak sosial dan lingkungan.Kompleksitas pengelolaan lebih tinggi karena melibatkan banyak pihak; keputusan bisa lebih lambat.

Sumber: Diolah Penulis, 2025

Pergeseran Paradigma

Pergeseran ini mencerminkan kritik terhadap kapitalisme murni yang sering kali dianggap tidak berkelanjutan dan tidak adil, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Dalam shareholder capitalism, keuntungan terkonsentrasi di tangan segelintir orang, sementara mayoritas masyarakat tidak mendapatkan akses yang adil terhadap sumber daya atau hasil ekonomi. Prabowo menyoroti bahwa di Indonesia, 1% yang kuat sering kali menguasai sebagian besar kekayaan, sementara rakyat kecil tertinggal.

Kemudian isu dasar soal kegagalan pasar, sering kali tidak efektif dalam konteks Indonesia, di mana struktur sosial dan ekonomi masih dipengaruhi oleh nepotisme, korupsi, dan ketidakpatuhan pada regulasi. Dalam buku itu, Prabowo mengkritik ide trickle-down effect (kekayaan akan menetes ke bawah), menyebutnya sebagai janji kosong yang tidak realistis. Bahkan ia menyatakan kenyataannya, yang terjadi adalah trickle up effect. Mereka yang kaya, semakin kaya, sementara mereka yang miskin semakin miskin saja.

Indonesia dan juga dunia kini menghadapi tantangan seperti perubahan iklim, ketimpangan sosial, dan krisis ekonomi. Paradigma shareholder capitalism tak dapat menawarkan solusi dan memastikan bahwa semua pihak memiliki peran dan manfaat dalam kegiatan ekonomi. Sehingga shareholder capitalism harus ditinggalkan dan bergeser ke stakeholder economy yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Model KMP

Prabowo Subianto melihat Koperasi Multi Pihak (KMP) sebagai wujud konkrit dari paradigma stakeholder economy dalam konteks Indonesia. Model KMP memungkinkan untuk melibatkan berbagai pemangku kepentingan (multi-stakeholder) seperti pekerja, konsumen, pemasok, produsen, investor kecil, dan komunitas berada di bawah satu entitas perusahaan. Model ini dinilai inklusif dalam struktur kepemilikan, pengendalian serta manfaat.

Dalam KMP kepemilikan terdistribusi di antara semua pemangku kepentingan, dan keputusan diambil secara demokratis melalui mekanisme koperasi (misalnya, Rapat Anggota). Tidak ada satu pihak pun yang mendominasi secara mutlak. Pemangku kepentingan itu, misalnya, petani sebagai produsen, konsumen sebagai pembeli, karyawan sebagai pekerja dan investor sebagai pemodal berada dalam satu koperasi untuk menciptakan suatu produk/ jasa dengan sumber daya bersama.

Hal itu tentu saja berbeda dengan perusahaan berbasis shareholder yang dimiliki hanya oleh pemilik saham saja. Padahal mereka memiliki pemangku kepentingan lain seperti karyawan dan konsumen. Yang terjadi seringkali perusahaan abai terhadap pemangku kepentingan lain seperti pemenuhan hak-hak karyawan/ buruh di mana mereka terlibat langsung dalam penciptaan nilai. Pengabaian itu terjadi secara struktural, di mana perusahaan harus mencetak laba. Pada sisi lain, efisiensi biaya tenaga kerja (dalam berbagai komponen) dapat dijadikan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan perolehan laba perusahaan tersebut.

Dalam KMP keuntungan atau manfaat dibagi berdasarkan kontribusi masing-masing pemangku kepentingan. Misalnya, sebagian keuntungan bisa digunakan untuk meningkatkan upah pekerja, menurunkan harga bagi konsumen, atau mengembangkan infrastruktur komunitas. Sedangkan pada perusahaan berbasis pemegang saham keuntungan sebagian besar dialokasikan untuk dividen pemegang saham atau reinvestasi untuk meningkatkan nilai saham. Karyawan sering kali hanya mendapatkan upah minimum, dan konsumen mungkin menghadapi harga tinggi karena fokus pada profit.

Dengan cara kerja seperti di atas, dapat dikatakan KMP merupakan sistem operasi dari paradigma stakeholder economy. KMP dapat menjadi alat pemerataan ekonomi karena sifatnya yang inklusif bagi pemangku kepentingan di suatu ekosistem usaha/ bisnis. Dengan menimbang potensi besar itu, tidak mengherankan bila Prabowo Subianto mengulas khusus KMP secara infografis dalam bukunya tersebut. []

*Dimuat ulang dan penambahan judul dari: https://icci.id/2025/02/28/konsepsi-koperasi-multi-pihak-sebagai-stakeholder-economy-dalam-buku-paradoks-indonesia/

One response to “KMP dalam Pandangan Prabowo Subianto”

  1. PURWO PAMUNGKAS Avatar

    Menjadi inspiratip buat kaum koperasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *