Koperasi Multi Pihak, Mesin Inovasi Sistem Pangan dan Ekonomi Lokal, Studi Kasus Amerika

,

Posted by –

Posted On –

Di tengah lanskap pertanian yang semakin didominasi oleh raksasa korporasi multinasional, sebuah gerakan kecil namun menjanjikan mulai muncul di Amerika Serikat. Ini bukanlah cerita tentang petani yang berjuang sendirian melawan pasar yang kejam, atau konsumen yang hanya mencari harga termurah. Ini adalah kisah tentang koperasi multi pihak (selanjutnya disingkat KMP), sebuah model bisnis yang menggabungkan petani, pekerja, konsumen, pengolah makanan, distributor, dan anggota komunitas dalam kepemilikan dan tata kelola bersama. Tujuannya untuk menciptakan sistem pangan yang lebih sehat, adil, dan berkelanjutan.

Melalui artikel ini, kami ringkaskan wawasan berharga itu dari jurnal “Multi-stakeholder Co-operatives: Engines of Innovation for Building a Healthier Local Food System and a Healthier Economy” yang ditulis Margaret Lund (2012) . Dalam temuannya, Lund menyebut model ini sebagai “fundamental shift in the movement of food products from farm to table,” sebuah perubahan paradigma yang tidak hanya bertujuan membangun perusahaan yang efektif, tetapi juga mendukung ekonomi lokal agar lebih dinamis dan dampak sosial yang lebih luas.

Dari Rantai Pasok ke Rantai Nilai

Selama bertahun-tahun, para ekonom dan praktisi bisnis menggunakan metafora “supply chain” untuk menggambarkan perjalanan barang dari produsen ke konsumen: petani menanam, pengolah memproses, distributor mengangkut, pedagang menjual, dan konsumen membeli. Hal itu adalah sistem linier, transaksional, dan sering kali kompetitif, di mana harga menjadi penentu dan hubungan antarpihak hanyalah alat untuk maksimalisasi keuntungan belaka.

Namun, dalam beberapa dekade terakhir, konsep “value chain” muncul, memperluas pandangan ini dengan mengakui bahwa nilai, bukan hanya nilai finansial, tetapi juga sosial dan lingkungan, dapat diciptakan atau dihancurkan pada setiap tahap proses. Lund menjelaskan bahwa KMP di Amerika kini “successfully bringing together farmers, workers, consumers, food processors, distributors and community members in a common venture”. Mereka berdiri untuk untuk memastikan pangan yang aman dan sehat sekaligus mendukung ekonomi lokal yang dinamis.

Berbeda dengan koperasi tradisional yang biasanya dimiliki oleh satu kelompok—misalnya, hanya petani atau hanya konsumen—KMP mengagregasi berbagai pemangku kepentingan ke dalam satu payung lembaga. Di Amerika, sebagai studi kasus, fokusnya adalah pada sistem pangan berkelanjutan, didorong oleh meningkatnya minat terhadap makanan lokal dan ketidakpuasan terhadap konsolidasi industri pangan.

Model KMP bukan hanya tentang menjual tomat organik atau susu bebas hormon; ini adalah tentang membangun hubungan jangka panjang yang didasarkan pada transparansi, keadilan, dan visi bersama. Seperti yang ditulis Lund, mereka bertujuan untuk “bypassing this ‘arid dichotomy’ entirely in favor of creating a whole new system”, menghindari pilihan sempit antara pasar yang digerakkan investor atau yang dikendalikan pemerintah.

Transformasi, Bukan Sekadar Transaksi

Apa yang membuat KMP begitu menarik adalah sifatnya yang transformasional, bukan sekadar transaksional. Teori ekonomi klasik mungkin memprediksi kegagalan model ini, mengingat tingginya transaction costs yang diperlukan untuk mengoordinasikan begitu banyak pihak dengan kepentingan berbeda. Namun, realitas ternyata berbeda.

Lund mengutip Catherine Leviten-Reid dan Fairbairn (2011), yang berpendapat bahwa keterlibatan berbagai pihak justru mengurangi biaya transaksi melalui “increased levels of information, trust and involvement.” Dalam sebuah survei terhadap 79 KMP di Quebec, Kanada, anggota melaporkan tingkat kepuasan yang tinggi dengan proses tata kelola KMP mereka; menunjukkan kemampuan untuk mencapai konsensus tanpa konflik yang melemahkan.

Di Amerika, koperasi ini sering kali melibatkan dua atau tiga kelompok—misalnya, petani dan konsumen, atau pekerja dan pendukung komunitas—meskipun beberapa memiliki hingga enam kelompok anggota. Mereka tidak hanya berbagi keuntungan, tetapi juga tanggung jawab dan risiko, menciptakan sistem di mana “one set of members does not need to lose to allow another to win”. Hal itu merupakan pergeseran besar dari mentalitas zero-sum game yang mendominasi pasar tradisional, menuju pendekatan yang lebih kolaboratif dan inklusif.

Makanan Lokal dan Tantangan Konsolidasi

Latar belakang munculnya KMP di Amerika tidak lepas dari evolusi sektor konsumsi pangan. Sejak 1970-an dan 1980-an, koperasi konsumen pangan di Amerika telah memposisikan diri sebagai alternatif terhadap supermarket konvensional, menawarkan produk organik, ramah lingkungan, dan sering kali disertai dengan semangat demokrasi langsung. Mereka memelopori pasar makanan alami, yang tumbuh dari industri $1 miliar pada 1990 menjadi $26,7 miliar pada 2010.

Namun, kesuksesan ini juga menarik perhatian korporasi besar. Merek-merek organik terkenal kini dimiliki oleh raksasa seperti Kraft, General Mills, dan Pepsi, melakukan konsolidasi vertikal dan horizontal untuk mendominasi produksi dan distribusi pangan. Menurut penelitian Hendrickson dan Heffernan (2007), ketika empat atau lebih sedikit perusahaan menguasai 40% atau lebih dari sebuah industri, pasar kehilangan daya saingnya.

Di tengah aksi konsolidasi itu, minat terhadap makanan lokal melonjak. Pada 2007, istilah “locovore” menjadi “Word of The Year” dalam Oxford American Dictionary, mencerminkan hasrat konsumen akan makanan yang tidak hanya sehat tetapi juga mendukung petani lokal dan lingkungan. Penjualan makanan lokal diperkirakan mencapai $4,8 miliar pada 2008 dan diproyeksikan menjadi $7 miliar pada 2011.

Namun, bagi petani kecil, memenuhi permintaan ini bukanlah tugas mudah. Tantangan seperti standarisasi produk, distribusi, dan musiman membutuhkan solusi inovatif. Di sinilah koperasi multi pihak masuk, menawarkan cara untuk “combine scale with the product differentiation at a local level”, sebagaimana dicatat Lund.

Praktik Antarnegara

Perkembangan KMP di Amerika berbeda dengan di negara seperti Kanada atau Eropa. Di Quebec, Kanada, model ini didukung oleh undang-undang sejak 1997. Lalu pada tahun 2010, 70 koperasi solidaritas  (istilah KMP di sana) baru didirikan, menyumbang lebih dari 60% koperasi baru di wilayah tersebut.

Sebaliknya, di AS, tidak ada undang-undang khusus, dukungan pendanaan, atau bantuan teknis yang mendukung model ini. Lund menulis, “against the odds these co-operatives are springing up”, melawan berbagai rintangan untuk respons ketidakpuasan terhadap sistem pangan yang ada. Banyak dari koperasi ini berfungsi sebagai “food hubs”—fasilitas yang mengelola agregasi, penyimpanan, dan distribusi makanan lokal—dengan studi USDA (2011) menemukan bahwa 27% dari 70 food hubs yang diteliti adalah koperasi.

Implikasi Ekonomi dan Masyarakat

Kekuatan koperasi multi pihak tidak hanya terletak pada dampaknya terhadap pangan, tetapi juga pada potensinya untuk mentransformasi ekonomi dan masyarakat. Lund menghubungkan model ini dengan prinsip-prinsip tata kelola sumber daya bersama, yang dikembangkan Ostrom, penerima Nobel Ekonomi 2009, yang menunjukkan bahwa sumber daya bersama dapat dikelola secara efisien oleh komunitas dengan aturan yang mereka buat sendiri.

Prinsip seperti “users design their own rules” dan “costs are proportionate to benefits” selaras dengan filosofi koperasi. Selain itu, dengan mengutip Putnam tentang “bridging social capital”—jaringan yang menyatukan kelompok beragam—Lund berargumen bahwa KMP adalah “important vehicles for the promotion of that elusive bridging variety of social capital that differentiate flourishing pluralistic democracies.” Ia bilang bahwa KMP merupakan kendaraan penting untuk mempromosikan berbagai modal sosial yang sulit dipahami yang menjadi pembeda demokrasi pluralistik.

Dari perspektif bisnis, konsep “shared value” Michael Porter juga relevan. Porter berpendapat bahwa perusahaan dapat menciptakan nilai bersama untuk semua pemangku kepentingan, bukan hanya pemegang saham. Meskipun ia tidak secara eksplisit menyebut koperasi, Lund menegaskan bahwa koperasi multi pihak adalah “the obvious vehicle” untuk mewujudkan visi ini, dengan melibatkan petani, pekerja, dan komunitas secara langsung dalam tata kelola.

Tantangan dan Harapan

Meskipun menjanjikan, KMP di Amerika masih dalam tahap awal. Jumlahnya kecil, dan tanpa dukungan pemerintah seperti di Quebec, sehingga pertumbuhannya lambat. Namun, minat terhadap model ini meningkat, terutama di sektor pangan berkelanjutan. Lund menekankan bahwa “the adoption of a particular ownership or governance structure can never guarantee a specific outcome”, meski demikian struktur ini memiliki “clear implications not only for the firm itself, but for the local economy and society.”

Dalam dunia yang semakin terpolarisasi dan didominasi oleh kepentingan korporasi, koperasi multi pihak menawarkan suatu hal yang berbeda: sebuah kerangka kerja berbasis nilai bersama dan rasa hormat kepada semua pemangku kepentingan. Seperti yang ia nyatakan, “in an increasingly polarised and caustic political environment in the context of an economy increasingly dominated by multi-national corporate interests, these co-operatives represent something different”.

Hal di atas bukan sekedar tentang makanan; namun tentang memberdayakan komunitas untuk membentuk masa depan mereka sendiri, satu hubungan pada satu waktu. Di ladang-ladang kecil dan meja-meja kota, benih-benih revolusi ekonomi baru sedang ditanam—dan koperasi multi pihak adalah salah satu mesin inovasinya. []


Disusun oleh Tim Manajemen Pengetahuan ICCI. Diringkas dengan bantuan AI dengan akurasi 95% dan ditinjau kembali oleh tim.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *